Saturday, January 26, 2013

Belajar aksara jawa

Apa itu aksara Jawa?
Aksara Jawa yang dalam hal ini adalah Hanacaraka (dikenal juga dengan nama Carakan) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, Makasar, Madura, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak. Bentuk Hanacaraka yang sekarang dipakai sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara Na yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian, terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila dibandingkan dengan penulisan aksara Latin. Penulisan Aksara Jawa Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun pada pengajaran modern menuliskannya di atas garis. Aksara Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf “utama” (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada). 1. Huruf Dasar (Aksara Nglegena) Aksara Nglegena adalah aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata atau biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu: ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga



 2. Huruf Pasangan (Aksara Pasangan) Aksara pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Misal, untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan untuk “se” agar “n” pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan “s” tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi). Berikut daftar Aksara Pasangan:



3. Huruf Utama (Aksara Murda) Aksara Murda yang digunakan untuk menuliskan awal kalimat dan kata yang menunjukkan nama diri, gelar, kota, lembaga, dan nama-nama lain yang kalau dalam Bahasa Indonesia kita gunakan huruf besar. Berikut Aksara Murda serta Pasangan Murda:




Sampai disini sebetulnya sudah bisa langsung dicoba dan biasanya dianggap sah-sah saja tanpa tambahan aksara-aksara yang lain (seperti kutulis di bawah). Karena yang berikutnya rada riweuh juga mempelajarinya.

4. Huruf Vokal Mandiri (Aksara Swara) Aksara swara adalah huruf hidup atau vokal utama: A, I, U, E, O dalam kalimat. Biasanya digunakan pada awal kalimat atau untuk nama dengan awalan vokal yang mengharuskan penggunakan huruf besar.

5. Huruf vokal tidak mandiri (Sandhangan) Berbeda dengan Aksara Swara, Sandangan digunakan untuk vokal yang berada di tengah kata, dibedakan termasuk berdasarkan cara bacanya.


6. Huruf tambahan (Aksara Rekan) Aksara Rekan adalah huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu: kh, f, dz, gh, z



7. Tanda Baca (Pratandha) Dalam penulisan kalimat dalam Aksara Jawa dibutuhkan pula pembubuhan tanda baca, yang berbeda-beda dalam penggunaannya.


Selain huruf, Aksara Jawa juga punya bilangan (Aksara Wilangan)




Read more »

Tata bahasa jawa

Assalamu'alaikum wr.wb.
Kita patut bangga menjadi sosok orang yang berkewarganegaraan indonesia, kenapa? Karena indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau ini bukan saja menyimpan kekayaan alam yang bikin ngiri bangsa asing, tapi juga mempunyai kekayaan budaya dan bahasa yang beragam yang tentunya mesti kita jaga dan pelihara agar tidak punah, sehingga anak cucu kita nanti juga bisa meneruskan warisan nenek moyang mereka.

Nah, sebagai 'orang jawa' saya mencoba 'njawani' dalam arti mencoba mengingat-ingat dan nguri-uri (memelihara) tentang tata bahasa jawa atau istilahnya 'kawruh basa jawa' yang ternyata sangat unik, menarik dan lumayan rumit.

Salah satu sub pelajaran tata bahasa jawa yang masih saya ingat adalah 'kerata basa'. Ini adalah pelajaran waktu saya SD dulu.
Apakah 'kerata basa' atau 'tembung kerata' itu??
Beruntung saya masih menyimpan buku pelajaran SD saya yang sudah lusuh dan sebagian dimakan rayap. Kerata basa dalam bahasa jawa adalah "tembung loro sing digandheng nanging suda wandane lan mawa teges" kalau diartikan dalam bahasa indonesia kira2 begini : "dua kata yang disambung menjadi satu (disingkat) dan mengandung arti/makna"
Contohnya :

- Wedang = ngawe kadang.
('Wedang' berarti air teh, kopi atau sejenisnya, sedangkan 'ngawe kadang' artinya memanggil saudara / teman, biasanya tradisi jawa saat berkumpul dgn saudara / teman / tetangga, mereka minum teh atau kopi)

- Kuping = kaku njepiping
(Kuping / telinga = kaku dan melebar)

- Tandur = nata karo mundur
(Tandur = ditata dengan cara mundur / menanam padi)

- Gedhang = digeget sabubare madhang.
(pisang = digigit setelah makan)

- Tarub = ditata kareben murub
(Panggung = di tata / diset biar menyala terang)

- Tebu = antebing kalbu
(Tebu = mantab di rasa / manis banget)

- Dalang = ngudal piwulang
(Dalang = menyampaikan ilmu / pelajaran)

- Sepur = asepe metu ndhuwur
(Kereta api = asapnya keluar diatas / kereta api jaman dulu)

- Dubang = idu abang
(Biasanya orang yang lagi nyirih ludahnya berwarna merah)

- Kathok = yen nganggo diangkat mboko sithok
(Celana = kalau mau dipakai diangkat satu persatu)

- Krikil = keri neng sikil
(Kerikil = geli dikaki / kalau diinjak)

- Garwa = sigaraning nyawa
(Isteri = separuh nyawa)

- Guru = dìgugu lan ditiru
(Guru = dipercaya dan ditiru)

- Prajurit = prawira jujur lan ngirit
(Prajurit = gagah, jujur dan irit)

- Ndelok = kendele mung alok2
(Nonton = beraninya cuma mencela)
Dll.

Unik ya? Semoga dapat mengingatkan kita kembali tentang pelajaran bahasa jawa jangan sampai terlupakan. Mohon maaf jika masih ada kesalahan dalam penyampaian artikel saya ini.
Read more »

Tata krama lewat percakapan

 Di masyarakat jawa orangnya terkenal akan tata krama atau sopan santun, karena inilah orang jawa identik dengan omongan halus dalam tutur bicaranya. Biasanya apabila orang jawa mempunyai maksud sesuatu, bicaranya tidak akan di utarakan secara langsung, seperti ketika seorang anak meminta di belikan motor buat sekolah, si anak akan bercerita bahwa satiap hari harus kepanasan, kehujanan, datang dan pulang telat, teman-temannya semua sudah punya motor pada akhir ceritanya dia akan mengutarakan maksudnya bahwa dia ingin dibelikan sebuah motor. kadang kala hanya mengarah dan  menyinggung soal motor , tetapi tidak disebutkan maksud secara langsung (maksud meminta dibelikan motor). Begitulah gaya bicara orang jawa yang harus berputar-putar dahulu sebelum menyampaikan maksudnya, berbeda dengan orang batak yang gaya bicaranya keras lantang, orang batak bicara begitu karena dia ingin memperjelas maksudnya dengan to the point sehingga tidak di salah artikan maksud sesungguhnya.

Masyarakat jawa tidak akan pernah lepas dengan dongeng dan kepercayaan yang selalu diceritakan secara turun temurun.setiap dongeng dan kepercaan mengandung pesan akan sebuah makna hidup dan tenggang rasa sesama.  Suatu contoh kepercayaan yang sangat kita kenal yaitu “ojo linggui bantal” (jangan menduduki bantal), kepercayaan disini adalah jika duduk di atas bantal maka pantatmu akan udunen/bisulan, secara ilmiah ini akan sulit dibuktikan kebenaran jika menduduki bantal akan bisulen tapi secara logika pesan dalam kepercayaan ini adalah bantal tempatnya di kepala bukan di pantat, dan jika seseorang menduduki bantal tiba-tiba buang gas setelah itu bantal itu buat kita tidur tentu menimbulakan ketidak sopanan.

Ada kepercayaan lagi bagi para lajang yang belum menikah baik laki-laki atau perempuan yaitu “jangan makan sayap ayam,karena akan ditolak ketika kamu melamar atau menembak cewek” hehehe  di keluargaku seperti ini kepercayaannya sehingga jika aku tidak pernah makan sayap ayam kecuali kalau terpaksa ketika penjual makanan hanya punya lauk sayap ayam hehe. mari kita analisis secara logika, sayap ayam daging yang empuk enak gurih dan tulang yang lunak sangat enak kan, lalu kenapa dilarang?

Itu karena itu adalah jatah untuk nenek kakek kita, kita yang muda dengan gigi yang kuat akan mampu melahap apa saja sementara kakek dan nenek kita gigi yang sudah mulai rapuh akan lebih baik mengunyah yang mudah dikunyah. Untuk analisa yang terakhir karena untuk melarang secara langsung bukanlah bijaksana oleh sebab itu larangan itu dikaitkan pada sebuah kepercayaan

Sangat banyak sekali kepercayaan masyarakat jawa dan mungkin seperti undang-undang yang tidak terlihat dan secara tidak langsung membentuk pribadi santun. dari sekian banyak kepercayaan apakah semuanya tidak bisa dibuktikan secara ilmih?

Ada, ada yang dapat di buktikan secara ilmia yaitu kepercayaan bahwa jika wanita memelihara kucing akan membuat wanita itu tidak mempunyai anak, walau sebenarnya bukan karena kucing wanita itu tidak punya anak tetapi karena virus toxoplama yang dibawa kucing.

Selain itu kepercayaan yang memberikan interaksi yang baik antara sesama adalah cara seseorang mempersilahkan tamu untuk duduk di kursi dengan menunjuk menggunakan jempol, bagaimana jika tamu itu disuruh duduk di kursi dengan menunjuk menggunakan jari telunjuk, ke angkuhanlah yang terlihat. sebenarnya kepercayaan ini waktu aku kecil dilarang menunjuk ke kuburan karena akan boroken jariku dan  jika sudah terlanjur lupa telah menunjuk maka harus mengemut jare sebanyak 3 kali. hehe

Budaya timur adalah budaya bangsa yang harus tetap kita jaga kelestariannya walaupun secara modern kita rasa sudah tidak penting namun ini adalah harta yang diwariskan dan wajib  untuk kita dijaga.
Read more »

Tata krama dan etika sopan santun jawa

WinarsoTata krama adalah suatu aturan yang diwariskan turun temurun untuk mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lainnya. Tata krama bertujuan untuk menimbulkan saling pengertian, hormat-menghormati dan penghargaan menurut adat yang berlaku di suatu masyarakat. Tata krama umumnya mengandung nilai lokal, yaitu hanya berlaku pada daerah tertentu saja. Untuk itulah tata krama satu suku bangsa dan yang lainnya bisa berbeda-beda.

Tata krama sopan santun orang jawa.
Tata krama yang akan kita bahas adalah tata krama Jawa. Dalam tata krama Jawa, ada etika dan sopan santun yang harus dipenuhi. Ini tidak terlepas dari sifat halus dan kasar. Tata krama jawa mengatur semua hubungan mencakup antara manusia dengan Tuhan, manuia dengan lingkungan dan manusia dengan manusia yang lainnya.

Etika yang ada antara manusia dan manusia dibedakan dalam tata krama Jawa. Antara orang muda kepada orang tua memiliki etika tersendiri, berbeda dengan etika yang ada antar orang yang sebaya atau antara orang yang lebih tua ke orang yang lebih muda. Dengan pengelompokan ini membuat manusia Jawa diharuskan berbicara dan berperilaku dengan melihat posisi, peran serta kedudukan dirinya di hadapan orang lain.

Tata krama ini tidak hanya tampak pada tiga jenis bahasa yang digunakan yakni Krama Alus, Krama Madya dan Ngoko. Tata krama ini juga diwujudkan dalam gerakan dan bahasa tubuh merupakan isyarat yang dipahami secara universal. Dengan melihat dari kejauhan saja kita bisa tahu posisi seseorang terhadap orang lainnya dari gesture atau gerak badannya cara berbicaranya. Tata krama yang menonjol dalam keluarga Jawa adalah adanya perbedaan dalam percakapan sehari-hari dengan keragaman bahasa yang digunakan.

Krama inggil adalah bahasa yang digunakan untuk menghormati seseorang yang diajak bicara, termasuk juga di dalamnya dari tingkah laku, cara duduk, raut muka, pandangan, dan lain sebagainya. Umumnya tata krama Jawa diajarkan sejak kecil sehingga dapat menjadi sebuah kebiasaan yang tidak akan dilupakan sampai seseorang tua. Tentu saja dalam penggunaannya, tata krama Jawa sangat fleksibel mengikuti keadaan yang ada pada saat seseorang berada di suatu tempat dan kondisi.

Namun sayangnya tata krama Jawa ini mulai luntur dan tidak lagi diajarkan dengan baik kepada generasi muda. Generasi muda yang mengaku orang Jawa sudah jarang yang mengerti mengenai hakekat dan makna tata krama Jawa. Orang Jawa yang lahir di luar komunitas Jawa, misalnya di Jakarta atau di luar pulau bahkan hampir tidak bisa berbahasa Jawa. Padahal esensi tata krama Jawa itu ada pada bahasanya. Olah gerak tubuh yang baik, sikap yang sopan tidak akan lengkap dan bermakna tanpa bahasa yang halus dan sopan. Oleh karena itu perlu adanya gerakan untuk kembali memahami hakekat tata krama dan budaya Jawa sebagai sebuah jati diri, bukan hanya sebagai peninggalan nenek moyang yang perlu dilestarikan.
Read more »

Merosotnya Tata Krama budaya Jawa

Akhir-akhir ini ada fenomena yang menunjukkan bahwa apresiasi masyarakat Jawa, khususnya generasi muda Jawa terhadap tata-krama Jawa mengalami kemerosotan.
Ada dua hal yang tampaknya menjadi penyebab utama, yaitu: pertama, kurangnya pendidikan tentang tata-krama yang mengupas nilai dan maksud-tujuannya; kedua, adanya pergeseran nilai-nilai yang menjadi acuan dalam hidup masyarakat Jawa akibat pengaruh kemajuan jaman dan globalisasi.
Keadaan yang seperti ini mesti mendorong para pemerhati budaya Jawa untuk secara kritis meninjau kembali nilai dan bentuk tata-krama Jawa, sekaligus memikirkan pendidikan nilai tata-krama Jawa yang lebih relevan bagi generasi nuda Jawa di tengah situasi jaman yang semakin diwarnai budaya nasional dan budaya global ini.
Read more »